Tsaqofatuna.id Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum Saya membaca jawaban pertanyaan tentang ketidakbolehan bersandar pada hisab astronomis untuk menetapkan masuknya bulan, dan barakallah fikum. Akan tetapi masih ada satu point yang saya mohon penjelasannya.
Yaitu bahwa sebagian orang mengatakan mengambil hisab astronomis dalam menafikan keshahihan ru’yat. Yakni jika hisab yang benar mengatakan tidak lahirnya hilal sementara datang orang yang bersaksi bahwa dia melihat hilal maka kesaksiannya tidak mereka ambil dan mereka anggap orang itu membayangkan sesuatu dan dia anggap sebagai hilal. Oleh karena itu kesaksiannya ditolak.
Saya membaca kisah-kisah di dalam sejarah islami tentang kondisi semisal ini yang di situ kesaksian ditolak. Diantara yang berpendapat demikian adalah imam al-qadhi Taqiyuddin Ali bin Abdul Kafi as-Subki ad-Dimasyqi (pengarang kitab al-Ibhâj fî Syarh al-Minhâj fî Ushûl al-Fiqh) beliau menyatakan pendapat itu dan beberapa kejadian di kitab yang berjudul al-‘Alam al-Mantsûr fî Itsbât asy-Syuhûr. Pada tahun-tahun lalu terjadi bahwa para astronom mengumumkan tidak lahirnya hilal hingga matahari tenggelam, kemudian diumumkan terbukti masuknya bulan pada sore hari yang sama. Mohon penjelasannya, barakallah fikum dan datang manfaat melalui Anda serta terealisasi kemenangan melalui kedua tangan Anda.
Jawaban:
Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu. Sebenarnya jawaban saya sebelumnya tentang masalah bersandar pada rukyat dan bukan pada hisab astronomis sudah jelas dan mencakup masalah tersebut, dengan izin Allah. Anda mengatakan bahwa Anda telah menelaahnya. Meski demikian saya jawab pertanyaan Anda sebagai berikut: Ya akhi, terkait dengan berpuasa dan berbuka maka dalil-dalil telah jelas bahwa rukyat adalah sebab berpuasa dan berbuka.
« صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ »
Berpuasalah karena rukyat hilal dan berbukalah karena rukyat hilal Hal itu seperti yang telah kami jelaskan dalam jawaban yang sebelumnya telah kami lansir.
Sedangkan keberadaan hisab dalam menafikan, maka Allah SWT telah menyelesaikan masalah tersebut untuk kita dengan menjadikan kesaksian bulan adalah sebab berpuasa. Rasulullah saw telah menjelaskan kepada kita kesaksian-kesaksian itu bahwa itu adalah rukyat …
Adapun pembuktian keshahihan ucapan saksi-saksi maka itu adalah aktifitas qadhi. Maka qadhi menanyai saksi dan berdiskusi dengannya dan menegaskan keshahihan penglihatan dan rukyatnya dan orang yang ada di sekitarnya … yakni qadhi menggunakan semua hal yang memungkinnya untuk membuktikan keshahihan kesaksian dengan kesungguhan manusia. Kisah qadhi yang mendiskusikan saksi setelah saksi itu bersaksi tentang rukyat … maka qadhi dengan penelaahan dan penelitian, dia memandang bahwa di depan mata saksi tersebut ada sehelai rambut lalu ia menghilangkannya kemudian dia menanyai saksi tersebut dimana hilal, maka saksi itu tidak lagi melihatnya!
Adapun intervensi hisab astronomis tentang kelahiran bulan dan tidaknya, maka masalahnya tidak demikian. Sebab kita tidak berpuasa berdasarkan pada hakikat bulan, akan tetapi berdasar pada rukyat bulan. Hadits-hadits shahih dalam hal itu banyak. Diantaranya adalah hadits al-Bukhari: telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad, ia berkata: aku mendengar Abu Hurairah ra., berkata: Nabi saw bersabda atau Abu al-Qasim saw bersabda:
«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»
Berpuasalah kalian karena rukyat hilal dan berbukalah kalian karena rukyat hilal, dan jika kalian tertutup mendung maka genapkanlah bilangan Sya’ban tiga puluh Maknanya bahwa hilal kadang ada akan tetapi tertutup mendung sehingga kita tidak melihatnya, maka kita genapkan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari. Jadi yang wajib ya akhi, adalah kita berhenti pada nas yang menentukan rukyat.
Dengan ini telah sampai kepada saya cerita pertemuan itu “mungkin muktamar islami atau ulama kaum muslimin atau semacamnya” di Maroko beberapa tahun lalu. Sebagian dari mereka mengusulkan untuk naik pesawat pada malam tiga puluh sehingga memungkinkan mereka merukyat hilal tanpa mendung sehingga tidak terhalang untuk melihat (rukyat) hilal!
Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan sebab-sebab untuk ibadah maka harus dipegangi. Dan kita tidak memperumit masalah atas diri kita dan kita jadikan mudah. Allah SWT menghendaki kemudahan untuk kita.
﴿يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ﴾
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (TQS al-Baqarah [2]: 185)
Kemudahan itu ada dalam mengikuti hukum-hukum syara’ seperti yang dinyatakan di dalam Islam.
Kemudian ada masalah lain yaitu bahwa para astronom berbeda pendapat dalam jumlah jam yang harus berlalu atas kelahiran hilal sehingga bisa dilihat setelah tenggelam matahari. Oleh karena itu yang ini mengatakan hisab tidak memungkinkan merukyatnya. Kadang hilal terlihat di tempat ini dan tidak bisa dilihat di tempat lainnya. Kadang di sini ada dua menit dan di tempat lain ada 15 menit … begitulah.
Oleh karena itu, memasukkan hisab untuk menafikan atau menetapkan maka disitu ada kerumitan, Allah tidak memerintahkan kita dengannya. Akan tetapi nas-nas jelas dan gamblang dan tidak menerima penakwilan.
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
03 Sya’ban 1434
12 Juni 2013