Apakah Zakat Wajib Pada Perhiasan Emas Yang Disiapkan Untuk Tabungan (Simpanan)?

by -17 views

Tsaqofatuna.id Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Amir kami yang mulia, apakah wajib zakat pada perhiasan emas yang disiapkan untuk tabungan/simpanan (iddikhâr)? Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik dan semoga Allah menolong dakwah ini melalui kedua tangan Anda…

Jawab:
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
1. Perhiasan adalah apa yang dijadikan perhiasan oleh wanita dan digunakan untuk berhias, berupa emas atau perak, dipakai di kedua pergelangan tangannya, lehernya, kedua telinganya atau di bagian tubuh lainnya.

Perhiasan tidak ada zakat di dalamnya, baik perhiasan itu terbuat dari emas atau terbuat dari perak, atau terbuat dari berbagai jenis permata seperti mutiara, delima (ruby), aquamarine, batu akik (agate) dan batu mulia lainnya, baik perhiasan itu sedikit atau banyak, telah mencapai nishab atau lebih dari itu, maka tidak ada zakat pada semua itu. Sebab semua itu untuk dipakai, dijadikan perhiasan dan digunakan untuk berhias oleh wanita.

Dari al-Layts bin Sa’ad dari Abu az-Zubair dari Jabir dari Nabi saw, beliau bersabda:
«لَيْسَ فِيْ الْحُلِيِّ زَكَاةٌ»
“Tidak ada dalam perhiasan zakat.” (disebutkan oleh Ibn Qudamah di al-Mughni)

Abu ‘Ubaid juga telah meriwayatkan dari Amru bin Dinar, ia berkata:
«سُئِلَ جَابِرُ بْنِ عَبْدِ اللهِ: أَفِيْ الْحُلِيِّ زَكَاةٌ؟ قَالَ: لاَ، قِيْلَ: وَإِنْ بَلَغَ عَشْرَةَ آلاَفٍ؟ قَالَ نَعَمْ»
“Jabir bin Abdullah ditanya: “apakah di dalam perhiasan ada zakat?” Ia berkata: “tidak.” Dikatakan: “meski mencapai sepuluh ribu?” Jabir berkata: “benar.”

Dan dari Abdurrahman bin al-Qasim dari bapaknya:
«أَنَّ عَائِشَةَ، زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَتْ تَلِيْ بَنَاتِ أَخِيْهَا، يَتَامَى فِيْ حُجْرِهَا، لَهُنَّ الْحُلِيِّ، فَلاَ تُخْرِجُ مِنْ حَلِيِّهِنَّ الزَّكَاةَ»
“Bahwa Aisyah, isteri Nabi saw, mengikuti anak-anak perempuan saudara laki-lakinya yang yatim di dalam kamarnya, mereka memiliki perhiasan, dan ia tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan mereka.” (Diriwayatkan oleh imam Malik di al-Muwatha’)

Sedangkan hadits Amru bin Syu’aib yang di dalamnya dinyatakan:
أَنَّ اِمْرَأَةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهَا اِبْنَةٌ لَهَا فِيْ يَدِهَا مِسْكَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ: «هَلْ تُعْطِيْنَ زَكَاةَ هَذَا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللهُ بِهِمَا بِسَوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ»
“Seorang wanita mendatangi Nabi saw dan ia bersama putrinya yang tangannya ada dua pegangan dari emas, maka beliau bersabda: “apakah engkau bayar zakatnya ini?” Wanita itu berkata: “tidak.” Beliau bersabda: “apakah menggembirakanmu Allah memagarimu dengan dua pagar dari neraka.”

Hadits ini dikomentari oleh Abu Ubaid: “tidak kita ketahui diriwayatkan kecuali dari satu sisi dengan sanad yang dibicarakan (dikomentari/dikritik) oleh banyak orang baik dahulu maupun sekarang.” At-Tirmidzi berkata: “tidak ada yang sahih dalam bab ini sesuatupun.”

Yang berpendapat tidak ada zakat pada perhiasan diantaranya Ibn Umar, Jabir, Anas, Aisyah, Asma’. Hal itu juga dikatakan oleh (menjadi pendapat) al-Qasim, asy-Sya’bi, Qatadah, Muhammad bin Ali, Malik, asy-Syafi’iy, Ahmad, Abu Ubaid, Ishaq dan Abu Tsawr.

Ini tentang perhiasan yang digunakan berhias oleh wanita. Adapun jika diperdagangkan maka atasnya ada kewajiban zakat perdagangan.

2. Sedangkan jika bukan untuk perhiasan dan bukan pula diperdagangkan, melainkan untuk disimpan, maka jika demikian diperlakukan dengan perlakuan al-kanzu, yakni haram hingga meski dikeluarkan zakatnya. Diantara dalil pengharaman al-kanzu:

Allah SWT berfirman:
﴿وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ * يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ﴾
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (TQS at-Tawbah [9]: 34-35)

Ahmad meriwayatkan dengan sanad sahih dari Abu Umamah ra., ia berkata:
تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ، فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم «كَيَّةٌ»، قَالَ: ثُمَّ تُوُفِّيَ آخَرُ فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارَانِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم:«كَيَّتَانِ»
“Salah seorang ahlu shufah meninggal, lalu ditemukan di saku bajunya satu dinar, maka Rasulullah saw bersabda: “satu cap.” Abu Umamah berkata: “kemudian salah seorang ahlu shufah yang lain meninggal dan ditemukan di saku bajunya dua dinar, maka Rasulullah saw bersabda: “dua cap –kayyatân-.”

Imam ath-Thabari juga menyandarkan semisalmya kepada Abu Umamah al-Bahili. Ini artinya pengharaman menimbun emas dan perak secara mutlak, meski itu berupa dua dinar, dan meskipun hanya satu dinar, selama itu merupakan penimbunan (kanzu), yakni menimbun harta tanpa ada keperluan yang ingin dibiayai nantinya. Rasul saw mengatakan yang demikian terkait dua laki-laki tersebut sebab keduanya hidup dari shadaqah tetapi keduanya memiliki emas. Beliau bersabda: “satu cap –kayyah-“ dan “dua cap –kayyatân-“ mengisyaratkan kepada firman Allah:
﴿يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ﴾
“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka…” (TQS at-Tawbah [9]: 35)

Yang merupakan bagian dari ayat kanzu, artinya beliau mengisyaratkan kepada ayat kanu. Ini merupakan dalil atas pengharaman kanzu dengan pengharaman secara mutlak, baik mencapai nishab akat atau belum mencapai, baik dikeluarkan zakatnay atau tidak, maka kanzu itu semuanya adalah haram.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

27 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
27 April 2014 M

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *