Tsaqofatuna.id Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Syaikhuna al-fâdhil saya mohon Anda menjelaskan kepada saya apa hukum bertransaksi dengan bank Islami khususnya dalam masalah jual beli murabahah … seperti membeli mobil atau rumah melalui bank Islami? Saya tahu bahwa itu adalah haram. Akan tetapi saya tidak bisa menjelaskan masalah tersebut secara detil… Dan saya ingin memberikan kepada Anda contoh dari realita kami yang masyarakat masih samar dengan bank islami dalam hal cara transaksi… Ada di negeri kami developer yang bersepakat membangun rumah hingga jadi dengan angsuran (check). Mereka bersepakat dengan Anda bersama tukang batu, tukang kayu, semen … dan sebagainya dan itu belum dimiliki oleh mereka… dengan kompensasi nisbah tertentu atas pembelian (misal 15%) … apakah ada perbedaan antara transaksi ini dan yang itu?
Jawab:
Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1. Muamalah bank islami yang disebut jual beli murabahah adalah muamalah yang menyalahi syara’. Hal itu dari beberapa aspek, yang paling menonjol:
Pertama, bank melangsungkan akad jual beli dengan pembeli sebelum bank membeli mobil atau kulkas … Padahal Rasul saw melarang jual beli sesuatu yang belum Anda miliki. Dari Hakim bin Hizam ia berkata, aku katakan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، يَأْتِينِي الرَّجُلُ يَسْأَلُنِي الْبَيْعَ، لَيْسَ عِنْدِي مَا أَبِيعُهُ، ثُمَّ أَبِيعُهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ: «لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ»
Ya Rasulullah saw, ada orang yang datang padaku menanyakan jual beli, saya tidak punya apa yang saya jual, kemudian aku beli dari pasar. Maka Rasulullah saw bersabda:”jangan kamu jual apa yang bukan milikmu”. (HR Ahmad)
Ini Hakim bin Hizam bertanya kepada Rasul saw tentang pembeli yang datang kepadanya untuk membeli barang darinya yang belum ia miliki, lalu ia pergi ke pasar dan membelinya kemudian ia jual kepada pembeli itu, maka Rasul saw melarang hal itu kecuali barang itu sudah dia miliki kemudian ia tawarkan kepada pembeli jika suka silahkan membeli dan jika tidak silahkan tidak membeli.
Untuk menjelaskan hal itu kami katakan: orang pergi ke bank meminta utang finansial … Bank bertanya kepadanya kenapa ia ingin utang atau uang? Orang tadi berkata “untuk saya belikan kulkas, mobil, mesin cuci …” lalu bank melangsungkan kesepakatan dengan orang tadi bahwa bank akan membelikan orang tadi kulkas dan bank jual kepada orang tadi secara kredit dengan angsuran dengan harga sekian. Kesepakatan itu jadi mengikat sebelum bank membeli kulkas, kemudian bank pergi dan membeli kulkas untuk orang tadi. Orang tadi tidak bisa untuk tidak membeli kulkas itu dari bank, sebab kesepakatan dengan bank telah terjadi sebelum kulkas itu jadi milik bank. Jadi akad tersebut telah sempurna sebelum bank memiliki kulkas tersebut.
Tidak dikatakan bahwa bank menjualnya ke pembeli setelah bank membelinya. Tidak dikatakan demikian sebab kesepakatan bank dengan pembeli telah sempurna dalam bentuk yang mengikat sebelum bank membeli barang dengan bukti bahwa pembeli tidak bisa menolak pembeliannya setelah bank membeli barang itu untuknya. Jadi akad sudah sempurna dalam bentuk mengikat sebelum bank membelinya.
Seandainya bank memiliki gudang, di situ ada beberapa kulkas dan bank tawarkan kepada orang tadi, jika ia suka silahkan membeli dan jika tidak silahkan tidak membeli, sepetri penjual kulkas lainnya, maka pada saat itu jual beli tersebut sah baik kontan ataupun dengan angsuran.
Kedua, tidak boleh jika pembeli terlambat membayar angsuran utangnya atas pembelian tersebut ditambah sebab ini adalah riba dan itu yang disebut riba nasi’ah. Riba jahiliyah itu diberlakukan pada masa jahiliyah. Dahulu jika telah jatuh tempo dan debitor tidak mampu membayar maka temponya ditambah dan utang dinaikkan (bertambah). Islam telah datang dan mengharamkannya secara final, dan debitor yang mu’sir diberi tangguh tanpa ada penambahan utang.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (TQS al-Baqarah [2]: 280)
Oleh karena itu tidak boleh bermuamalah dengan bank sesuai yang telah disebutkan di atas.
2. Adapun tentang kontrak yang Anda sebutkan maka masalahnya berbeda … Di situ tidak ada akad jual beli rumah yang tidak dimiliki kontraktor. Akan tetapi masalahnya adalah pemilik tanah menyepakati dengan kontraktor akad ijarah untuk membangun rumah dengan spesifikasi tertentu dengan kompensasi ujrah yang diberikan pemilik rumah kepada kontraktor secara berangsur sesuai hasil kerja. Dan itu bukan akad penjualan rumah yang belum jadi dan tidak dimiliki oleh seorang pun. Adapun jika faktanya bahwa itu adalah jual beli tempat tinggal yang belum dibangun, dan belum dimiliki oleh kontraktor secara sah, maka jual beli tersebut tidak sah.
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
24 Rajab 1434
03 Juni 2013